Selasa, 11 Januari 2011

METODE DAN TEKNIK PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

A. Problematika Pengajaran Bahasa Arab

Sudah bertahun-tahun kita mengelauhkan pengajaran bahasa Arab menyangkut keberhasilannya yang masih jauh dari harapan. Paling tidak ada dua problem yang sedang dan akan terus kita hadapi yaitu:
1. Problem kebahasaan yang sering disebut problem linguistic
2. Problem non kebahasaan atau problem non linguistic
Pengetahuan guru tentang kedua problem itu penting agar guru dapat meminimalisasi problem tersebut dan dapat mencari solusi yang tepat untuk mengatasinya. Sehingga apa yang diharapkan dari pengajaran bahasa Arab dalam batas-batas minimal dapat tercapai dengan baik.
Problem kebahasaan antara lain meliputi:
1. Problem Aswat Arabiyah
2. Problem qowaid dan i,rab
3. Problem Tarokib
Adapun problem non kebahasaan antara lain meliputi:
1. Motivasi dan minat belajar
2. Sarana belajar
3. Kompetensi guru baik akademik maupun paedagogik, kepribadian dan social.
4. Metode pembelajaran yang digunakan
5. Waktu yang tersedia
Dari kedua problem di atas nampaknya yang paling dominant mempengaruhi berhasil tidaknya pembelajaran bahasa Arab adalah problem-problem non kebahasaan yang salah satunya adalah metode.

B. Kata Kunci Yang Terkait Dengan Pembelajaran Bahasa Asing:
Ada tiga kata kunci yang perlu dipahami dengan baik dalam kaitan dengan pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa asing yaitu:
1. Pendekatan ( Al Madhol)
2. Metode (Al Thariqoh)
3. Teknik ( Al Tekniik)
Konsep ini yang ditawarkan oleh Edward Anthony. Sedangkan menurut Richards juga ada tiga tetapi, dengan menggunakan istilah lain yaitu:
1. Pendekatan
2. Disain yang meliputi silaby, pemilihan materi, perumusan tujuan, dan penyediaan sarana belajar.
3. Prosedur.
Metode menurut Richards merupakan payung. Ini berarti kalau kita bicara metode, maka pada saat yang bersamaan kita bicara ketiga hal di atas.
Metode pembelajaran bahasa nampaknya sangat dipengaruhi oleh pendekatan atau al madhol apa yang mendasari seseorang terhadap persepsinya tentang bahasa: Banyak sekali asumsi tentang bahasa misalnya : Bahasa adalah kebiasaan (al- ‘adah) dan kebiasaan membutuhkan pengulangan dan pembiasaan. Asumsi lain mengatakan bahwa bahasa adalah hebit (al-malakah) sedang tulisan hanyalah symbol. Yang lain mengatakan bahasa adalah apa yang diucapkan dan bukan apa yang seharusnya diucapkan. Masih banyak lagi asumsi-asumsi lain menyangkut bahasa yang dari asumsi itu melahirkan cara baik cara belajar maupun cara mengajar. Dari sini para pakar mengatakan bahwa pendekatan adalah sejumlah asumsi tentang bahasa. Dengan ungkapan yang sederhana dapat dikatakan bahwa bila asumsi oarng tentang bahasa adalah lisan maka ia akan mengajarkan bagaimana keterampilan berbahasa harus dicapai dan materi apa yang sesuai untuk mencapai tujuan itu. Sebaliknya bila asumsi orang tentang bahasa adalah yang tertulis atau tulisan, maka yang akan diajarkan adalah bagaimana memahami yang ditulis.
Saat guru mengajar di kelas baik pendekatan, maupun metode tidak akan nampak, karena keduanya menyatu di dalam seni mengajar atau teknik mengajar. Walaupun demikian guru bahasa harus berbekal dengan kompetensi akademik yang di dalamnya adalah penguasaan metode, penguasaan materi, dan pemahaman tentang berbagai pendekatan.

C. Teori Yang Mendasari Metode
Ada kategorisasi tentang metode yaitu: metode tradisional seperti metode qowaid dan terjemah, dan kedua metode modern. Kategorisasi ini didasarkan pada ada tidaknya teori yang mendasari metode .
Ada dua kerangka teori yang mendasari sebuah metode sehingga ia disebut modern yaitu:
1. Teori Linguistik yakni teori tentang bahasa itu sendiri.
2. Teori Psikologi Pembelajaran Bahasa.
Kedua landasan teori itulah yang digunakan untuk mengembangkan metode pembelajaran bahasa.
Teori psikologi pembelajaran bahasa menegaskan bahwa orang belajar bahasa harus dengan stimulus-respon. Ini artinya belajar bahasa menuntuk keaktipan pembelajar. Namun, apa yang disebut stimulus tidak harus datang dari pihak luar atau dari orang lain, melainkan bisa diciptakan oleh pembelajar sendiri.
Teori psikologi pembelajaran bahasa ada beberapa aliran atau madzhab antara lain:
1. Madzhab Behaviorisme yang tokohnya antara lain : Thorndike yang berpandangan bahwa belajar bahasa dilakukan dengan teori trial and error yang bisa dilakukan oleh guru dengan melatihkan pembelajar secara berulang-ulang. Ini menuntut guru harus pandai merekayasa lingkungan pembelajaran. Atas dasar pandangan inilah muncul metode al-samiyah syafahiyyah (aural oral approach). Yakni metode yang melatihkan kemahiran pendengaran dan kemudian melatihkan pengucapan secara baik dan benar. Metode ini menitik beratkan pada kegiatan reinforcement atau al-ta’ziz, yang medianya bisa menggunakan media tadribat, menghafal kosakata, dialog dan latihan pola-pola kalimat.
2. Madzhab Kognitif yang menyatakan bahwa lingkungan bukanlah penentu hasil pembelajaran. Pembelajar pada saat menerima stimulus mempunyai hak untuk menentukan pilihan respon yang sesuai. Pengikut madzhab ini adalah Noam Chomsky yang berpandangan bahwa setiap orang memiliki kesiapan fitrah untuk belajar bahasa. Sejak lahir setiap oaring telah dibekali Allah SWT piranti pemerolehan bahasa (jihaz iktisab al-lughah). Karena itu dalam hal berbahasa ada dua istilah yang perlu dipahami yaitu (1) ta’allum al-lughah dan (2) iktisab al-lughah)
Teori linguistik atau teori kebahasaan yang turut mendasari lahirnya metode dan perkembangannya. Teori kebahasaan ini mendasari cara pandang terhadap hakikat bahasa. Dari teori ini lahir dua aliran atau madzhab:
1. Aliran Struktural yang dipelopori oleh Ferdinan de Saussure . Menurut aliran ini bahasa adalah :
a. Ujaran (lisan) dan bukan tulisan.
b. Kemampuan bahasa diperoleh melalui latihan pembiasaan dan pengulangan. Jadi bukan mengalihkan dari bahasa pembelajar ke dalam bahasa target(BT)
c. Tiap bahasa mempunyai system yang berbeda dari yang lain.
d. Tidak ada bahasa yang bisa dinyatakan unggul atas bahasa yang lain
e. Semua bahasa yang hidup mengalami perkembangan baik kosa kata maupun pola dan strukturnya.
f. Sumber baku bahasa adalah penutur bahasa tersebut. Dari sinilah muncul ungkapan “ bahasa adalah apa yang diucapkan dan bukan apa yang seharusnya diucapkan.”

Proses pembelajaran bahasa menurut aliran struktural ini adalah :
1. Pembiasaan, latihan dan menirukan harus diintensifkan
2. Kemahiran berbahasa harus dimulai dari mendengar, berbicara, membaca dan menulis.
3. Pendekatan pembelajaran bahasa bisa memanfaatkan analisis kontrastif (dirasah taqabuliyah) untuk mencari sisi kesamaan antara bahasa pembelajar dengan bahasa target dan mencari perbedaan-perbadaannya.
4. Perlunya contoh penuturan yang fasih menyangkut bunyi-bunyi, termasuk yang harus dibaca panjang dan pendek. Juga kefasihan struktur agar tidak terkesan mengarabkan struktur Indonesia.
Dari dasar kedua teori baik linguistik maupun teori psikologi pembelajaran bahasa inilah muncul metode audiolingual.

2. Aliran Generatif-Transformasi dengan tokohnya yang terkenal yaitu Noam Chomsky.
Menurut teori ini bahasa itu terdiri dari dua struktur yaitu struktur dalam (al-bina al-asasy) dan struktur luar (al-bina al-dhahiry). Misalnya ketika orang mengatakan “ Al-muwaddhof ? Itu sama dengan kalau ia mengatakan “ hal anta muwadhof ?
Selanjutnya menurut Chomsky kemapuan seseorang dalam berbahasa ada dua macam yaitu kompetensi ( al-kafa’ah) dan performasi (al-ada’). Ini artinya kemapuan seseorang dalam hal berbahasa antara kompetensi dengan performansi berbeda dan tidak berbanding lurus.Kemampuan al-ada’ lebih rendah dari kemampuan kompetensinya, baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulisan.
Menurut Chomsky kemampuan seseorang tentang tatabahasa baru brada pada kompetensi linguistic belum pada kemahiran berbahasa. Memang kemampuan seseorang dalam berbahasa pun dapat dibedakan menjadi :
1. Kemapuan berbahasa sekedar dapat dipahami “ Al-lughoh al-mufahhamah”
2. Kemampuan berbahasa fasih” Al-lughoh al-fasihah”
3. Kemapuan berbahasa indah Al-lughoh al balighoh”
Berdasarkan teori transformasi generatif, maka pembelajaran bahasa dilakukan dengan mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Bahwa kemampuan berbahasa merupakan sebuah proses kreatif. Karena itu pembelajar harus diberi kesempatan yang luas untuk mengkreasi ujaran-ujaran dalam situasi komunikatif, bukan sekedar menirukan dan verbalisme.
2. Pemilihan materi tidak ditekankan pada hasil analisis kontrastif melainkan pada kebutuhan komunikasi.
3. Kaedah nahu hanya diberikan bila diperlukan dan lebih bersifat implicit untuk mendukung kemahiran berbahasa.

D. Bagaimana Mengajarkan Struktur Yang Baik
Pertu diingat bahwa qowaid termasuk di dalamnya tentang strukur atau tarakiib bukan lah tujuan, melainkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan “ Al-qowaid laisat ghayah wa innama hiya wasilah li al-wusul ila al-ghayah”. Karena itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bahwa” Dalam mengajarkan struktur di bawah payung all in one sitem pengajaran struktur diajarkan secara implicit karena tujuannya adalah untuk mendukung kemahiran berbahasa. Maka yang perlu dipahami adalah misalnya srtuktur ismiyah itu mulai dari mana? Dan hingga batas mana kemampuan yang ingin dicapai?
Memang secara teori struktur dapat diajarkan melalui pendekatan dedutif yaitu mulai dari kaedah baru kemudian memberi contoh-contoh. Tapi contoh-contoh inilah yang nantinya dilatihkan. Karena itu contoh yang ditampilkan harus bahasa yang komunikatif. Pendekatan yang lain adalah pendekatan induktif yang dimulai dengan contoh-conth baru pembelajar diminta untuk memberi kesimpulan kaedahnya.
Pembelajaran struktur implicit untuk mencapai kemahiran berbahasa dapat menggunakan beberapa media antara lain:
1. Qowalib yakni dengan cara mengganti satu kata, tetapi strukturnya masih sama misalnya:
هذا ولد ذكى هذه ---- ----- (بنت(
هذا -------- - (تلميذ (
هذا تلميذ مجد ( مجد ) ة
Dengan model Tahwil yakni mengubah bentuk, misalnya dari ismiyah menjadi fi’liyah atau sebaliknya, dari mubtada muqaddam menjadi mubtada muakhar dst.Misalnya :
( فعلية ) يذهب احمد إلى المدرس
( اسمية ) احمد يذهب إلى المدرسة
(منفى ) لا يذهب المدرس إلى المدرسة
E. Kesimpulan
Penyelesaian Problem pembelajaran bahasa Arab khususnya dan bahasa asing umumnya belum mencapai tingkat keberhasilan yang memadai. Banyak faktor yang menyebabkannya, salah satunya adalah persoalan metode pembelajaran yang digunakan. Walaupun demikian metode hanyalah salah satu dari banyak faktor dan metode pada saat digunakan terkait dengan faktor-faktor lain, seperti sarana belajar, lingkungan belajar, motivasi , kompetensi guru dan profesionalismenya.
Maka untuk membenahi itu semua hal yang harus dilakukan adalah pembenahan terhadap kompetensi dan profesionalisme guru mulai dari jengjang pendidikan paling rendah hingga tingkat tinggi. Di samping itu paradigma pembelajaran bahasa Arab harus diubah dari sekedar sebagai alat spiritualisasi menjadi alat saintifikasi dan perubahan ini harus didukung dengan politik pemerintah baik Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim maupun pemerintah Negara-negara Arab yang mestinya memiliki semangat kuat untuk mengembangkan masyarakat muslim berbahasa Arab melalui pemberian bea siswa besar-besaran untuk study lanjut dan bahkan peluang bekerja di Negara-negara Timur Tengah dengan syarat memiliki kompetensi berbahasa Arab secara baik lisan maupun tulisan.




DAFTAR PUSTAKA

Ali Hajjaj, Al Lughah al-Lisaniyah Ta’limuha wa Ta’allumauh, Kuwait, 1988
Bambang, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa, Jogyakarta, Karnisius, 1990
Baraja, M.F, Kapita Selekta Pengajaran Bahasa, Malang, IKIP Malang , 1990
Effewndy, Ahmad Fuad, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, Malang, Penerbit Misykat, 2005
Manshoer Pateda, Linguistik Terapan, Jogyakarta Penerbit Nusa Indah, 1991
Sri Utari, S. Metodologi Pengajaran Bahasa, Jakarta , Gramedia Pustaka, 1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar